Rabu, 21 Mei 2014

Metode Ilmiah

METODE ILMIAH
Oleh
Drs. Hamami M.Si
                Menurut A. Comte dalam sejarah perkembangannya manusia ada tiga tahap , yaitu :
1.       Tahap teologia atau metafisika
2.       Tahap filsafat
3.       Tahap positif atau tahap ilmu

Pada tahap pertama atau tahap metafisika cerita – cerita mitos berkembang pesat  Hal ini disebabkan untuk memuaskan atau menjawab keingintahuan manusia saat itu . Berkembanglah fenomena itu melalui cerita atau cara lain misalnya tari-tarian , pertunjukkan , dan sebagainya . Inti cerita tersebut melambangkan simbol-simbol pada kehidupan manusia tentang kebaikan dan kejahatan , kehidupan dan kematian , perkawinan dan kesuburan , firdaus dan akhirat serta banyak hal lain yang dapat menjawab rasa ingin tahu manusia.
                Mitos itu timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia misalnya :
1)      Alat penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tak dapat membedakan benda-benda . Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh , maka mata tak mampu melihatnya.
2)      Alat Pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 perdetik . Getaran di bawah tiga puluh atau diatas tiga puluh ribu perdetik tak terdengar.
3)      Alat Pencium
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya . Manusia hanya bias membedakan 4 jenis rasa yaitu manis , masam , asin , dan pahit .
Bau seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila konsentrasinya di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian . Melalui bau , manusia dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain namun tidak semua orang melakukannya.
4)      Alat Perasa
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun sangat relatif sehingga tidak bias dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Alat-alat indera tersebut diatas sangat berbeda-beda , diantara manusia : ada yang sangat tajam penglihatannya ada yang tidak . Demikian juga ada yang tajam penciumannya ada yang lemah . Akibat dari keterbatasan alat indera kita mungkin timbul salah informasi , salah tafsir dan salah pemikiran . Untuk meningkatkan kecepatan dan ketetapan alat indera tersebut dapat juga dilatih untuk itu , namun tetap sangat terbatas . Usaha-usaha lain adalah penciptaan alat , meskipun alat yang diciptakan ini masih mengalami kesalahan . Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi , mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena :
a)      Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat
b)      Keterbatasan penalaran manusia pada saat itu
c)       Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Pada tahap teologi ini manusia menemukan identitas dirinya . Manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek . Manusia beum mampu memaksimalkan inderanya sehingga manusia dan alam lebur jadi satu . Lewat mitos manusia dapat mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa alam dan menanggapi kekuatan alam.
Contoh : Peristiwa meletusnya gunung berapi yang menimbulkan gempa dahsyat , muntahan lahar panas yang merusak wilayah sekitar , awan panas (wedus gembel) yang menyapu kehidupan sekitarnya , belum lagi lahar dingin setelahnya yang meluluh lantakkan daerah aliran yang dilewatinya . Maanusia pada tahap teologi atau metafisika (Menurut A.Comte) atau tahap mitos (menurut CA. Van peursen) belum dapat melhat fenomena ini dengan inderanya untuk mencerna secara ilmiah.
Maka manusia pada saat itu beranggapan bahwa peristiwa yang terjadi dijawab dengan mitos yang berkembang. Misalnya dewa yang menjaga gunung berapi tersebut sedang marah . Sehingga antisipasi manusia untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara-cara yang dianggap dapat mendekati dewa supaya tidak marah kembali dengan member sesaji atau korban tertentu.
Dlam menghadapi peristiwa alam seperti gunung berapi , gempa bumi , halilintar , banjir bandang , dan sebagainya , manusia pada saat itu selalu menghubungkan dengan kekuatan-kekuatan gaib misalnya dewa yang marah , syetan , hantu atau makhluk gaib lainnya . Saat itu mitos seperti ini sangat berpengaruh sekali , bahkan saat inipun di daerah-daerah tertentu mitos seperti ini masih dipertahankan dan dipelihara .
Mencari jawaban dengan menghubungkan semua peristiwa yang terjadi dengan makhluk gaib disebut irrasional . Manusia pada tahap mitos ini mengatasi sesuatu peristiwa juga denga irrasional . Dengan cara cara seperti menyanyi , menari , selamatan atau cara-cara lain dimana isi syair lagu atau tarian menceritakan tentang kehebatan atau kemurkaan dewa tertentu , juga bagaimana mengatur peristiwa-peristiwa yang terjadi . Namun lewat cara-cara tadi , manusia merasa aman dan merasa dapat menghindar dari peristiwa-peristiwa yang menghantui mereka . Demikian manusia pada tahap ini menjawab keingintahuannya dengan menciptakan dongen atau mitos karena alam pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi .
Semakin berkembangnya alam fikiran manusia dan semakin majunya penyelidikan manusia tentang gejala-gejala yang muncul , maka banyak pertanyaan yang dapat terjawab tanpa harus manusia mengarang mitos seperti dulu. Sehngga lama kelamaan mitos mulai terkikis dengan sendirinya . Mitos masih bertahan di kalangan tertentu atau masih digunakan untuk cerita ke anak kecil jika manusia tidak mampu menjawab atau malas member keterangan secara ilmiah .
Menurut A.Comte setelah tahap metafisika manusia berkembang ke tahap filsafat . Pada tahap ini rasio sudah mulai digunakan hanya pada waktu itu belum ditemukan metode secara objektif . Pada tahap filsafat ini manusia menggunakan rasionya untuk memahami fenomena alam semesta namun dalam tahap yang dangkal , sedangkan objek belum dimasuki secara metodologis dan definitive .
Alam fikiran manusia berkembang terus sehingga manusia mulai lebih banyak menggunakan rasionya untuk memecahkan masalah . Tahap ini menandakan perkembangan alam fikir manusia ketahap positif / ilmu. Pada tahap positif ini rasio sudah dioptimalkan secara objektif , sehingga manusia memandang objek dengan rasio . Pemikiran manusia berkembang terutama dalam memandang dirinya (subyek) dan obyek . Manusia memisahkan objek dan objek tidak seperti memahami mitos yang menganggap semua sudah digariskan . Sehingga manusia mendapatkan dirinya diluar objek , sehingga manusia merasa tidak terkungkung dari objek dan memandang alam sekitar lebih luas .

Misalnya manusia menghadapi peristiwa gunung berapi yang meletus . Manusia mengamati mengapa gunung berapi tersebut meletus . Sehingga tidak lagi untuk mengahadapi fenomena meletusnya gunung berpai mengadakan selamatan , tari-tarian yang dipersembahkan ke penunggu gunung tersebut . Tetapi dengan mengamati fenomena yang ada, mengamati gejala-gejala yang timbul , mulai dari getaran , awan panas , lahar panas dan sebagainya. Manusia mulai membuat alat untuk mengukur gejala fenomena tersebut , mengamati , mengevakuasi dan menyediakan tempat aliran lahar yang menerjang pemukiman warga . Intinya tindakan manusia adalah sesuai dengan hasil pengamatan dari perkembangan alam fikir manusia ini intinya manusia mulai meninggalkan pemikiran yang irrasional ke pemikiran yang rasional . Pemecahan secara rasional berarti mengandalkan  rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut paham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan , kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola fikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor. Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut.
Contoh :
Semua makhluk bernafas                             (Premis mayor)
Si Ali adalah seorang makhluk                     (Premis minor)
Jadi , si Ali juga bernafas                               (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil ini hanya benar , bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik kesimpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal ini salah , maka kesimpulan yang diambil juga tidak benar.
       Contoh :
Pada zaman alkimia (abad pertama sampai kedua) pernah digunakan penalaran deduktif ini bertitik tolak dari ajaran aristoteles mengenai prinsip “perkembangan”. Menurut pendapat ini dikatakan bahwa semua benda (termasuk logam) akan mengalami perkembangan ke arah kedewasaan. Logam yang telah dewasa atau “matang” adalah emas dan perak. Dengan demikian semua logam akan mengalami proses perkembangan menjadi asam (premis mayor). Air raksa adalah logam (premis minor). Jadi , air rksa dapat berubah menjadi emas (kesimpulan).
Kesimpulan bahwa air raksa dubah menjadi emas tergantung dari kebenaran premis mayor , premis minor , dan cara menarik kesimpulannya. Blia ketiga hal ini benar , berarti kesimpulan yang diambil juga benar.Teapi bilamana premis mayor misalnya diragukan kebenarannya maka kesimpulan yang diambil juga tidak benar.Karena percaya akan kebenaran kesimpulan tadi, makadicarilah “batu filosofi” yang sanggup mengubah air menjadi emas. Pada zaman sekarang dmungkinkan untuk mengubah  air raksa menjadi  emas dengan proses transmusiti inti.
Dengan demikian jelas bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus dawali dengan penyataan yang sudah pasti kebenarannya . Aksi oma  dasar ini yang dipakai untuk membangun system pemikirannya , diturunkan atau berasal dari idea yang yang menurut anggapannya : jelas , tegas , dan pasti dalam pemikiran manusia Untuk meningkatkan kecepatan dan ketetapan alat indera tersebut dapat juga dilatih untu. Namun dalam kenyataannya sering idea yang menurut seseorang  cukup jelas dan dapat dipercaya tidak dapat diterima orang ain .Masalah utama dalah kesulitan untuk menilai kebenaran premis-premis yang digunakan. Ini disebabkan penalaran yang dilakukan bersifat abstrak , lepas dari pengalaman, sehingga tidak mungkin dapat diamati oleh panca indera. Dengan penalaran deduktif ini data diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenaik suatu objek tertentu tanpa ada kepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak . Disamping itu juga terdapat kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada sejumlah praktisi. Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pealarandeduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Pahap empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret. Menurut paham empirisme ini, gelajala alam itu bersifat konkret dan dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Dengan pertolongan panca inderanya , manusia berhasil menghimpun sangat banyak pengetahuan . Himpunan pengetahuan belom bsa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatnya. Untuk maksud itu perlu dilakukan penalaran. Penalaran haruslah dimulai dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Di dalam penalaran itu, fakta yang didasarkan atas pengamatan tidak boleh dicampur adukkan dengan dugaan atau pendapat orang yang melakukan penalaran . Mengemukakan pendapat sering juga berfaedah, tetapi haruslah ada garis pemisah yang tegas antara dugaan dan fakta. Yang terutama kita perhatikan disini ialah gejala alam . Ada gejala alam yang ditirukan manusia , ada juga yang tidak dapat. Penyelidikan gejala alam yang dapat ditutunkan di dalam laboratorium (kadang-kadang ukuran kecil)  iasanya lebih cepat membawa hasil dibandingkan gejala yang tidak dapat diulangi dala laboratorium.
Dari pengamatan secara sistematis dan kritis atas gejala-gejala alam akan diperoleh pengetahuan tentang gejala itu . Mungkin akan terlihat adanya karateristik tertentu , adanya kesamaan, adanyqa demikian akan dapat ditarik suatu generalisasi dari berbagai kasus yang terjadi.
Penganut empirismu menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif . Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menari kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya pada pengamatan atas logam besi , tembaga , aluminium ,dan sebagainya , jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang . Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika dipanasi akan berambah panjang.
                Contoh lagi : Kucing bernafas , kambing bernafas , sapi kuda dan harimau juga bernafas. Dapat disimpulkan bahwa semua hewan dapat bernafas.
Dengan penalaran induktif  ini makin lama dapat disusun pernyataan yang lebih umum lagi dan makin fundamental. Dari contoh diatas tadi dapat diteruskan : Hewan dapat bernafas . Manusia dapat bernafas . Dapat disimpulkan bahwa semua makhluk hidup bernafas . Dengan cara ini dapat diperoleh prinsip-prinsip yang bersifat umum sehngga memudahkan dalam memahami gejala yang beraneka ragam.
Namun demikian ternyata bahwa pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan penalaran induktif ini masih belum bias diandalkan kebenarannya. Sekumpulan fakta belum tentu bersifat konsisten atau bahkan mungkin bersifat kontradiktif. Demikian pula fakta yang nampak berkaitan belum dapatmenjamin tersusunya pengetahuan secara sistematis.
Misalnya dari hasil pengamatan terhadap anak-anak yang berprestasi di beberapa sekolah menunjukan bahwa semuanya berhidung mancung. Seakan ada kaitan antara prestasi tinggi dengan hidung mancung. Adakah sebenarnya hubungan antara hidung mancung dengan hasil prestasi yang tinggi?
Di samping itu masih ada kesulitan dalam masalah menafsirkan atas apakah sebenarnya yang dimaksud pengalaman itu ? apakah pengalaman itu merupakan stimulus panca indera , ataukah justru persepsi ?
Ditambah lagi dengan kemampuan panca indera yang kurang dapat diandalkan. Misalnya tongkat lurus yang sebagian terendam dalam air akan terlihat bengkok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman . Demikian pula pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.

                Pengertian Metode ilmiah
Pengertian metode ilmiah adalah system pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis, logis , kritis , empiris , dan didsarkan pada uji validitas melalui berbagai percobaan di laboratorium dan atau verifikasi data secara realistik. Metode ilmiah merupakan bagian yang paling penting dalam mempelajari ilmu pengetahuan alam terutama dalam pengerjaan masalah yang diakhiri dengan penarikan kesimpulan umum atau melakukan generalisasi melalui pengolahan data , yakni uji data dari interpretasi  secara ilmiah .
                                Kebenaran ilmiah selalu berpegang pada beberapa hal fundamental , berikut :
1.       Teori yang dijadikan dalil utama dalam memngukur fakta-fakta yang actual
2.       Data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen tertentu
3.       Pengelompokan fakta dan data yang signifikan
4.       Uji validitas
5.       Penarikan kesimpulan yang operasional
6.       Fungsi timbal balik antara teori dan realitas
7.       Pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji
8.       Pembatasan wilayah penelitian yang proporsional

Delapan cirri tersebut merupakan citra dari ilmu pengetahuan dan metode ilmiah .
               
                Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah artinya karakter yang menjadi persyaratan para ilmuwan dalam mencari  kebenaran ilmiah. Sikap ilmiah didukung sepenuhnya oleh pendekatan dan metode ilmiah yang sudah diakui oleh para ilmuwan. Sikap ilmiah meliputi hal-hal berikut :
1.       Rasional, artinya segala sesuatu yang dipikiran dan ditelaah harus menggunakan pola piker yang sehat dan masuk akal
2.       Empiris, artinya didasarkan pada pengalaman indrawi atau dapat dibuktikan secara real
3.       Objektif, artinya terfokus pada kebenaran apa adanya sebagaiman objek yang diteliti
4.       Sistematis, artinya tersusun mengikuti aturan baku penelitian llmiah
5.       Teoritis, artinya didasarkan pada teori yang sudah diakui kebenarannya dan dibuktikan di lapangan sehingga kemungkinan dapat melahirkan teori yang baru
6.       Kritis, artinya tidak ada yang sifatnya mutlak, semua hasil penelitian ilmiah dapat diuji kembali sehingga melahirkan kebenaran dialektis diantara tesis , antithesis , dan sintesis
7.       Teknologis, artinya hasil penemuan ilmiah bermanfaat untuk kehidupan manusia
8.       Relativistik, artinya mengakui bahwa kebenaran berubah-ubah.

Sikap ilmiah merupakan perluasan kemampuan yang digunakan peneliti untuk mencari kebenaran realistik. Sikap ilmiah ini dimulai dengan mengutamakan sikap konsisten dalam berpikir ilmiah.Dalam kerangka berpikir ilmiah, logika digunakan sebagai metode meluruskan pemikiran, baik dalam pendekatan deduktif maupun induktif. Sikap ilmiah berpedoman pada paradigma tentang kebenaran indriawi yang positif karena akan lebih membuktikan relevansi antara teori dan realitas secara apa adanya. Oleh karena itu , metode ilmiah harus mengupayakan pendekatan fenomenologis.

Langkah-langkah metode ilmiah
                Pengembangan ilmu engetahuan dimulai dengan menetapkan postulat-postulat yaitu asumsi yang dianggap benar tanpa harus dibuktikan. Selanjutnya disusun logika yaitu aturan berpikir yang berlaku dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Logika tersebut diterapkan dengan sistematis untuk membangun tesis (pendapat) atau teori tentang hubungan sebab akibat sebagai hasil postulat dan logika dalam system berpikir tersebut. Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam fakta-fakta metode ilmiah adalah sebagai berikut :
1.       Logis atau masuk akal, yaitu sesuai dengan logika atau aturan berpikir yang ditetapkan dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Definisi , aturan , infernsiinduktif, probabilitas, kalkulus, dan sebagainya merupakan bentuk logika yang menjadi landasan ilmu pengetahuan .
2.       Objektif atau sesuai dengan fakta. Fakta adalah informasi yang diperoleh dari pengamatan atau penalaran fenomena. Adapun  objektif dalam ilmu pengetahuan berkenaan dengan sikap yang tidak bergantung pada suasana hati, prasangka, atau pertimbangan nilai pribadi. Atribut objektif mengandung arti bahwa kebenaran ditentukan oleh pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran fenomena
3.       Sistematis, yaitu adanya konsistensi dan keteraturan internal. Keteraturan internal ini mencakup keteraturan dalam teori, hokum, prinsip, dan metodenya. Konsistensi internal dapat berubah dengan adanya penemuan-penemuan baru. Akan tetapi, sifat dinamis ini tidak boleh menghasilkan kontradiksi pada asas teori ilmu pengetahuan.
4.       Andal, yaitu dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan yang ditentukan dengan hasil yang dapat diandalkan, yaitu bahwa ilmu pengetahuan bersifat umum,terbuka, universal.
5.       Disained, artinya dirancang sedemikian rupa. Ilmu pengetahuan tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dikembangkan menururkan dengan hasil yang dapat diandalkan, yaitu bahwa it suatu rancangan yang menerapkan metode ilmiah. Rancangan ini menentukan mutu keluaran ilmu pengetahuan.
6.       Akumulatif . ilmu pengetahuan merupakan himpunan fakta,teori,hokum atau aturan, yang terkumpul sedikit demi sedikit. Apabila ada kaidah yang salah, kaidah itu diganti dengan kaidah yang benar. Kebenaran ilmu bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final sehingga pengetahuan bersifat dinamis dan terbuka. ikut :
6.s mengupayakan pendekatan fenomenologis.enaran dialect

Cara-cara berfikir rasional dan empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat  dalam proses kegiatanilmiah tersebut. Kerangka dasar prosedurnya dapat diuraikan atas langkah-langkah berikut :
1)      Penemuan dan penentuan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita menghadapi berbagai masalah. Dengan adanya masalah ini maka otak kita mulai berpikir. Kesadaran mengenai masalah yang kita temukan secara empiris tersebut menyebabkan kita mulai memikirkannya secara mendalam : kita mulai mengkajinya secaa rasional. Masalah tersebut harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dianalisis secara logis dan kemudian mudah untuk dipecahkan. Jadi pada langkah pertama ini kita menetapkan masalah yang akan kita telaah dengan lingkup dan batas-batasnya. Ruang lingkup dan batas-batasnya tersebut harus jelas hingga tidak mengalami kesukaran dalam merumuskan kerangkanya.
2)      Perumusan kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk mendeskrisipkan permasalahannya secara lebih jelas. Suatu masalah merupakan suatu gejala dimana beberapa fakta saling berkaitan satu sama lain dan membentuk suatu kerangka permasalahan. Unsur-unsur yang membentuk kerangka ini dapat kita turunkan secara empiris. Tetapi tidak semua masalah dalam keadaan demikian. Banyak masalah yang unsure-unsur pembentuknya tidak dapat dikenal langsung secara empiris, dan untuk itu diperlukan kerangka pemikiran rasional. Jadi dalam langkah perumuan kerangka permasalahan ini, kita sudah mulai berpikir secara empiris dan secara rasional.

3)       Pengajuan hipotesis
Hipotesis adalah kerangka pemikiran sementara yang menjelaskan hubungan antara unsure-unsur yang membentuk suatu kerangka permasalahan. Pengajuan hipotesis ini didasarkan pada permasalahan yang bersifat rasional. Kerangka pemikiran sementara yang diajukan tersebut disusun secara deduktif berdasarkan premis-premis atau pengetahuan yang telah diketahui kebenarannya.

4)      Deduksi hipotesis
Kadang-kadang, dalam mejembatani permasalahan secar rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan langkah pengantara. Deduksi hipotesis ini merupakan langkah tertentu dalam rangka menguji hipotesa yang diajukan. Konsekuensi hipotesis tersebut secara  deduktif dijabarkan secara empiris. Jadi dapat juga dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat diamati dalam dunia fisik yang nyata dalam hubungannya dengan hipotesa yang diajukan.

5)      Pengujian hipotesis
Langkah ini merupakan uaha untuk mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis. Jika fakta-fakta tersebut sesuai dengn konsekuensi hipotesis, berart bahwahipotesi yang diajukan benar/terbukti, karena didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Sebaliknya bila fakta-fakta yang ada tidak sesuai dengan konsekuensi hipotesis, yang berarti bahwa hasil deduksinya meleset, maka hipotesis tersebut harus ditolak. Jadi criteria untuk menentukan apakah suatu hipotesis benar atau tidak ialah kenyataan empiris, apakah hipotesis tersebut didukung fakta atau tidak.
Dengan telah dibuktikannya kebenaran dari suatu hipotesis, maka hipotesis tersebut dapat dianggap sebagai teori ilmiah dan merupakan pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini dapat berupa teori baru, kaidah baru, atau mungkn juga hanya sekedar penemuan lanjutan dari teori yang sudah ada. Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan sebagai premis dalam usaha menjelaskan tau menelaah gejala-gejala lainnya. Proses kegiatan ilmiah tersebut berlangsung terus dan merupakan daur yang tidak tahu batas akhirnya.
Langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut diatas tersusun dalam aturan yang teratur ; langkah yang satu merupakan langkah persiapan bagi langkah berikutnya. Agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah, maka harus ditempuh seluruh langkah-langkah ersebut, meskipun prakteknya tidak selalu harus dengan urutan yang sama. Dengan adanya hubungan langkah-langkah yang dinamis, langkah yang satu menjelaskan langkah-langkah yang lainnya maka pengetahuan yang ditemukan konsisten engan dengan pengetahuan yang sebelumnya dan didukung oleh fakta-fakta yang nyata.

6)      Keterbatasan dan keunggulan metode ilmiah
Keterbatasan :
Dengan metode ilmiah dapat dihasilkan ilmu pengertahuan yang ilmiah. Dalam pengujian hipotesis, diperlukan data. Data ini berasal dari pengamatan yang dilakukan oleh pancaindera. Kita mengetahui bahwa panca indera mempunyai keterbatasan untuk menangkap suatu fakta. Dengan demikian maka data yang terkumpul juga tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Kesimpulan yang diambil berdasarkan data yang tidak benar, tentu saja juga akan tidak benar. Jadi, peluang terjadinya kekeliruan suatu kesimpulan yang diambil berdasarkan metode ilmiah tetap ada. Oleh karena itu semua kesimpulan ilmiah, atau kebenaran ilmu, termasuk ilmu pengetahuan alam (IPA) bersifat tentatif, artinya kesimpulan itu dianggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan itu. Sedangkan kesimpulan ilmiah dapat menolak kesimpulan ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang baru.
Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk membuat kesimpulan yang bersangkutan denga baik dan buruk atau sistem nilai, tentang seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji adanya tuhan.
Keunggulan :
Ilmu atau ilmu pengetahuan (termasuk IPA) mempunyai cirri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum. Dengan sifat-sifat tersebut maka orang yang berkecimpung atau selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian hingga padanya terkembangkan suatu sikap yang disebut sikap ilmiah. Yang dimaksud dengan sikap ilmiah tersebut adalah sikap :
a)      Mencintai kebenaran yang objektif, dan bersikap adil
b)      Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolut
c)       Tidak percaya pada takhayul, astrologi maupun untung-untungan
d)      Ingin tahu lebih banyak
e)      Tidak berpikir secara prasangka
f)       Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti yang nyata
g)      Optimis, teliti dan berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar