METODE ILMIAH
Oleh
Drs. Hamami M.Si
Menurut
A. Comte dalam sejarah
perkembangannya manusia ada tiga tahap , yaitu :
1.
Tahap teologia atau metafisika
2.
Tahap filsafat
3.
Tahap positif atau tahap ilmu
Pada tahap pertama
atau tahap metafisika cerita – cerita mitos berkembang pesat Hal ini disebabkan untuk memuaskan atau
menjawab keingintahuan manusia saat itu . Berkembanglah fenomena itu melalui
cerita atau cara lain misalnya tari-tarian , pertunjukkan , dan sebagainya .
Inti cerita tersebut melambangkan simbol-simbol pada kehidupan manusia tentang
kebaikan dan kejahatan , kehidupan dan kematian , perkawinan dan kesuburan ,
firdaus dan akhirat serta banyak hal lain yang dapat menjawab rasa ingin tahu manusia.
Mitos
itu timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia
misalnya :
1)
Alat
penglihatan
Banyak benda-benda
yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tak dapat
membedakan benda-benda . Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh ,
maka mata tak mampu melihatnya.
2)
Alat
Pendengaran
Pendengaran
manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000
perdetik . Getaran di bawah tiga puluh atau diatas tiga puluh ribu perdetik tak
terdengar.
3)
Alat
Pencium
Bau dan rasa tidak
dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya . Manusia hanya bias
membedakan 4 jenis rasa yaitu manis , masam , asin , dan pahit .
Bau seperti parfum
dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila konsentrasinya di
udara lebih dari sepersepuluh juta bagian . Melalui bau , manusia dapat
membedakan satu benda dengan benda yang lain namun tidak semua orang
melakukannya.
4)
Alat
Perasa
Alat perasa pada
kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun sangat relatif sehingga
tidak bias dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Alat-alat indera
tersebut diatas sangat berbeda-beda , diantara manusia : ada yang sangat tajam
penglihatannya ada yang tidak . Demikian juga ada yang tajam penciumannya ada
yang lemah . Akibat dari keterbatasan alat indera kita mungkin timbul salah
informasi , salah tafsir dan salah pemikiran . Untuk meningkatkan kecepatan dan
ketetapan alat indera tersebut dapat juga dilatih untuk itu , namun tetap sangat
terbatas . Usaha-usaha lain adalah penciptaan alat , meskipun alat yang
diciptakan ini masih mengalami kesalahan . Pengulangan pengamatan dengan
berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi , mitos itu
dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena :
a)
Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena
keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat
b)
Keterbatasan penalaran manusia pada saat itu
c)
Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Pada tahap
teologi ini manusia menemukan identitas dirinya . Manusia sebagai subjek dan
alam sebagai objek . Manusia beum mampu memaksimalkan inderanya sehingga
manusia dan alam lebur jadi satu . Lewat mitos manusia dapat mengambil bagian
dalam peristiwa-peristiwa alam dan menanggapi kekuatan alam.
Contoh :
Peristiwa meletusnya gunung berapi yang menimbulkan gempa dahsyat , muntahan
lahar panas yang merusak wilayah sekitar , awan panas (wedus gembel) yang
menyapu kehidupan sekitarnya , belum lagi lahar dingin setelahnya yang meluluh
lantakkan daerah aliran yang dilewatinya . Maanusia pada tahap teologi atau
metafisika (Menurut A.Comte) atau
tahap mitos (menurut CA. Van peursen)
belum dapat melhat fenomena ini dengan inderanya untuk mencerna secara ilmiah.
Maka manusia pada
saat itu beranggapan bahwa peristiwa yang terjadi dijawab dengan mitos yang
berkembang. Misalnya dewa yang menjaga gunung berapi tersebut sedang marah .
Sehingga antisipasi manusia untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
cara-cara yang dianggap dapat mendekati dewa supaya tidak marah kembali dengan
member sesaji atau korban tertentu.
Dlam menghadapi
peristiwa alam seperti gunung berapi , gempa bumi , halilintar , banjir bandang
, dan sebagainya , manusia pada saat itu selalu menghubungkan dengan
kekuatan-kekuatan gaib misalnya dewa yang marah , syetan , hantu atau makhluk
gaib lainnya . Saat itu mitos seperti ini sangat berpengaruh sekali , bahkan
saat inipun di daerah-daerah tertentu mitos seperti ini masih dipertahankan dan
dipelihara .
Mencari jawaban
dengan menghubungkan semua peristiwa yang terjadi dengan makhluk gaib disebut
irrasional . Manusia pada tahap mitos ini mengatasi sesuatu peristiwa juga
denga irrasional . Dengan cara cara seperti menyanyi , menari , selamatan atau
cara-cara lain dimana isi syair lagu atau tarian menceritakan tentang kehebatan
atau kemurkaan dewa tertentu , juga bagaimana mengatur peristiwa-peristiwa yang
terjadi . Namun lewat cara-cara tadi , manusia merasa aman dan merasa dapat
menghindar dari peristiwa-peristiwa yang menghantui mereka . Demikian manusia
pada tahap ini menjawab keingintahuannya dengan menciptakan dongen atau mitos
karena alam pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi .
Semakin
berkembangnya alam fikiran manusia dan semakin majunya penyelidikan manusia
tentang gejala-gejala yang muncul , maka banyak pertanyaan yang dapat terjawab
tanpa harus manusia mengarang mitos seperti dulu. Sehngga lama kelamaan mitos
mulai terkikis dengan sendirinya . Mitos masih bertahan di kalangan tertentu
atau masih digunakan untuk cerita ke anak kecil jika manusia tidak mampu
menjawab atau malas member keterangan secara ilmiah .
Menurut A.Comte setelah tahap metafisika manusia
berkembang ke tahap filsafat . Pada tahap ini rasio sudah mulai digunakan hanya
pada waktu itu belum ditemukan metode secara objektif . Pada tahap filsafat ini
manusia menggunakan rasionya untuk memahami fenomena alam semesta namun dalam
tahap yang dangkal , sedangkan objek belum dimasuki secara metodologis dan
definitive .
Alam fikiran
manusia berkembang terus sehingga manusia mulai lebih banyak menggunakan
rasionya untuk memecahkan masalah . Tahap ini menandakan perkembangan alam
fikir manusia ketahap positif / ilmu. Pada tahap positif ini rasio sudah
dioptimalkan secara objektif , sehingga manusia memandang objek dengan rasio .
Pemikiran manusia berkembang terutama dalam memandang dirinya (subyek) dan
obyek . Manusia memisahkan objek dan objek tidak seperti memahami mitos yang
menganggap semua sudah digariskan . Sehingga manusia mendapatkan dirinya diluar
objek , sehingga manusia merasa tidak terkungkung dari objek dan memandang alam
sekitar lebih luas .
Misalnya manusia
menghadapi peristiwa gunung berapi yang meletus . Manusia mengamati mengapa
gunung berapi tersebut meletus . Sehingga tidak lagi untuk mengahadapi fenomena
meletusnya gunung berpai mengadakan selamatan , tari-tarian yang dipersembahkan
ke penunggu gunung tersebut . Tetapi dengan mengamati fenomena yang ada,
mengamati gejala-gejala yang timbul , mulai dari getaran , awan panas , lahar
panas dan sebagainya. Manusia mulai membuat alat untuk mengukur gejala fenomena
tersebut , mengamati , mengevakuasi dan menyediakan tempat aliran lahar yang
menerjang pemukiman warga . Intinya tindakan manusia adalah sesuai dengan hasil
pengamatan dari perkembangan alam fikir manusia ini intinya manusia mulai
meninggalkan pemikiran yang irrasional ke pemikiran yang rasional . Pemecahan
secara rasional berarti mengandalkan
rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis
mengembangkan paham yang disebut paham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan
, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah
cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini
menggunakan pola fikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua
pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan
premis minor. Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari
kedua premis tersebut.
Contoh :
Semua makhluk bernafas (Premis mayor)
Si Ali adalah seorang makhluk (Premis
minor)
Jadi , si Ali juga bernafas (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil ini hanya
benar , bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik
kesimpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal ini salah , maka
kesimpulan yang diambil juga tidak benar.
Contoh
:
Pada zaman alkimia (abad pertama
sampai kedua) pernah digunakan penalaran deduktif ini bertitik tolak dari
ajaran aristoteles mengenai prinsip “perkembangan”. Menurut pendapat ini
dikatakan bahwa semua benda (termasuk logam) akan mengalami perkembangan ke
arah kedewasaan. Logam yang telah dewasa atau “matang” adalah emas dan perak.
Dengan demikian semua logam akan mengalami proses perkembangan menjadi asam
(premis mayor). Air raksa adalah logam (premis minor). Jadi , air rksa dapat
berubah menjadi emas (kesimpulan).
Kesimpulan bahwa
air raksa dubah menjadi emas tergantung dari kebenaran premis mayor , premis
minor , dan cara menarik kesimpulannya. Blia ketiga hal ini benar , berarti
kesimpulan yang diambil juga benar.Teapi bilamana premis mayor misalnya
diragukan kebenarannya maka kesimpulan yang diambil juga tidak benar.Karena
percaya akan kebenaran kesimpulan tadi, makadicarilah “batu filosofi” yang
sanggup mengubah air menjadi emas. Pada zaman sekarang dmungkinkan untuk
mengubah air raksa menjadi emas dengan proses transmusiti inti.
Dengan demikian
jelas bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus dawali dengan penyataan
yang sudah pasti kebenarannya . Aksi oma dasar ini yang dipakai untuk membangun system
pemikirannya , diturunkan atau berasal dari idea yang yang menurut anggapannya
: jelas , tegas , dan pasti dalam pemikiran manusia Untuk meningkatkan kecepatan dan ketetapan alat indera tersebut
dapat juga dilatih untu. Namun dalam kenyataannya sering idea yang
menurut seseorang cukup jelas dan dapat
dipercaya tidak dapat diterima orang ain .Masalah utama dalah kesulitan untuk menilai
kebenaran premis-premis yang digunakan. Ini disebabkan penalaran yang dilakukan
bersifat abstrak , lepas dari pengalaman, sehingga tidak mungkin dapat diamati
oleh panca indera. Dengan penalaran deduktif ini data diperoleh bermacam-macam
pengetahuan mengenaik suatu objek tertentu tanpa ada kepakatan yang dapat
diterima oleh semua pihak . Disamping itu juga terdapat kesulitan untuk
menerapkan konsep rasional kepada sejumlah praktisi. Pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan pealarandeduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah
pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan
pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Pahap
empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang
diperoleh langsung dari pengalaman konkret. Menurut paham empirisme ini,
gelajala alam itu bersifat konkret dan dapat ditangkap dengan panca indera
manusia. Dengan pertolongan panca inderanya , manusia berhasil menghimpun
sangat banyak pengetahuan . Himpunan pengetahuan belom bsa dikatakan sebagai
ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab
akibatnya. Untuk maksud itu perlu dilakukan penalaran. Penalaran haruslah
dimulai dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Di dalam penalaran
itu, fakta yang didasarkan atas pengamatan tidak boleh dicampur adukkan dengan
dugaan atau pendapat orang yang melakukan penalaran . Mengemukakan pendapat sering
juga berfaedah, tetapi haruslah ada garis pemisah yang tegas antara dugaan dan fakta.
Yang terutama kita perhatikan disini ialah gejala alam . Ada gejala alam yang
ditirukan manusia , ada juga yang tidak dapat. Penyelidikan gejala alam yang
dapat ditutunkan di dalam laboratorium (kadang-kadang ukuran kecil) iasanya lebih cepat membawa hasil dibandingkan
gejala yang tidak dapat diulangi dala laboratorium.
Dari pengamatan
secara sistematis dan kritis atas gejala-gejala alam akan diperoleh pengetahuan
tentang gejala itu . Mungkin akan terlihat adanya karateristik tertentu ,
adanya kesamaan, adanyqa demikian akan dapat ditarik suatu generalisasi dari
berbagai kasus yang terjadi.
Penganut
empirismu menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif .
Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menari kesimpulan umum dari
pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya pada pengamatan
atas logam besi , tembaga , aluminium ,dan sebagainya , jika dipanasi ternyata
menunjukkan bertambah panjang . Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa
semua logam jika dipanasi akan berambah panjang.
Contoh lagi : Kucing bernafas ,
kambing bernafas , sapi kuda dan harimau juga bernafas. Dapat disimpulkan bahwa
semua hewan dapat bernafas.
Dengan penalaran
induktif ini makin lama dapat disusun
pernyataan yang lebih umum lagi dan makin fundamental. Dari contoh diatas tadi
dapat diteruskan : Hewan dapat bernafas . Manusia dapat bernafas . Dapat
disimpulkan bahwa semua makhluk hidup bernafas . Dengan cara ini dapat diperoleh
prinsip-prinsip yang bersifat umum sehngga memudahkan dalam memahami gejala
yang beraneka ragam.
Namun demikian
ternyata bahwa pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan penalaran induktif ini
masih belum bias diandalkan kebenarannya. Sekumpulan fakta belum tentu bersifat
konsisten atau bahkan mungkin bersifat kontradiktif. Demikian pula fakta yang nampak
berkaitan belum dapatmenjamin tersusunya pengetahuan secara sistematis.
Misalnya dari
hasil pengamatan terhadap anak-anak yang berprestasi di beberapa sekolah
menunjukan bahwa semuanya berhidung mancung. Seakan ada kaitan antara prestasi
tinggi dengan hidung mancung. Adakah sebenarnya hubungan antara hidung mancung
dengan hasil prestasi yang tinggi?
Di samping itu
masih ada kesulitan dalam masalah menafsirkan atas apakah sebenarnya yang
dimaksud pengalaman itu ? apakah pengalaman itu merupakan stimulus panca indera
, ataukah justru persepsi ?
Ditambah lagi
dengan kemampuan panca indera yang kurang dapat diandalkan. Misalnya tongkat
lurus yang sebagian terendam dalam air akan terlihat bengkok.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan
penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas
dari pengalaman . Demikian pula pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran
induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu
himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.
Pengertian Metode ilmiah
Pengertian metode
ilmiah adalah system pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan yang disusun
secara sistematis, logis , kritis , empiris , dan didsarkan pada uji validitas
melalui berbagai percobaan di laboratorium dan atau verifikasi data secara
realistik. Metode ilmiah merupakan bagian yang paling penting dalam mempelajari
ilmu pengetahuan alam terutama dalam pengerjaan masalah yang diakhiri dengan
penarikan kesimpulan umum atau melakukan generalisasi melalui pengolahan data ,
yakni uji data dari interpretasi secara
ilmiah .
Kebenaran
ilmiah selalu berpegang pada beberapa hal fundamental , berikut :
1.
Teori yang dijadikan dalil utama dalam memngukur
fakta-fakta yang actual
2.
Data-data yang berupa fakta atau realitas
senyatanya dan realitas dalam dokumen tertentu
3.
Pengelompokan fakta dan data yang signifikan
4.
Uji validitas
5.
Penarikan kesimpulan yang operasional
6.
Fungsi timbal balik antara teori dan realitas
7.
Pengembangan dialektika terhadap teori yang
sudah teruji
8.
Pembatasan wilayah penelitian yang proporsional
Delapan cirri tersebut merupakan citra dari
ilmu pengetahuan dan metode ilmiah .
Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah
artinya karakter yang menjadi persyaratan para ilmuwan dalam mencari kebenaran ilmiah. Sikap ilmiah didukung
sepenuhnya oleh pendekatan dan metode ilmiah yang sudah diakui oleh para
ilmuwan. Sikap ilmiah meliputi hal-hal berikut :
1.
Rasional, artinya segala sesuatu yang dipikiran
dan ditelaah harus menggunakan pola piker yang sehat dan masuk akal
2.
Empiris, artinya didasarkan pada pengalaman
indrawi atau dapat dibuktikan secara real
3.
Objektif, artinya terfokus pada kebenaran apa
adanya sebagaiman objek yang diteliti
4.
Sistematis, artinya tersusun mengikuti aturan
baku penelitian llmiah
5.
Teoritis, artinya didasarkan pada teori yang
sudah diakui kebenarannya dan dibuktikan di lapangan sehingga kemungkinan dapat
melahirkan teori yang baru
6.
Kritis, artinya tidak ada yang sifatnya mutlak,
semua hasil penelitian ilmiah dapat diuji kembali sehingga melahirkan kebenaran
dialektis diantara tesis , antithesis , dan sintesis
7.
Teknologis, artinya hasil penemuan ilmiah
bermanfaat untuk kehidupan manusia
8.
Relativistik, artinya mengakui bahwa kebenaran
berubah-ubah.
Sikap ilmiah
merupakan perluasan kemampuan yang digunakan peneliti untuk mencari kebenaran realistik.
Sikap ilmiah ini dimulai dengan mengutamakan sikap konsisten dalam berpikir
ilmiah.Dalam kerangka berpikir ilmiah, logika digunakan sebagai metode
meluruskan pemikiran, baik dalam pendekatan deduktif maupun induktif. Sikap
ilmiah berpedoman pada paradigma tentang kebenaran indriawi yang positif karena
akan lebih membuktikan relevansi antara teori dan realitas secara apa adanya.
Oleh karena itu , metode ilmiah harus mengupayakan pendekatan fenomenologis.
Langkah-langkah metode
ilmiah
Pengembangan
ilmu engetahuan dimulai dengan menetapkan postulat-postulat yaitu asumsi yang
dianggap benar tanpa harus dibuktikan. Selanjutnya disusun logika yaitu aturan
berpikir yang berlaku dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Logika
tersebut diterapkan dengan sistematis untuk membangun tesis (pendapat) atau
teori tentang hubungan sebab akibat sebagai hasil postulat dan logika dalam
system berpikir tersebut. Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam fakta-fakta
metode ilmiah adalah sebagai berikut :
1.
Logis atau masuk akal, yaitu sesuai dengan
logika atau aturan berpikir yang ditetapkan dalam cabang ilmu pengetahuan yang
bersangkutan. Definisi , aturan , infernsiinduktif, probabilitas, kalkulus, dan
sebagainya merupakan bentuk logika yang menjadi landasan ilmu pengetahuan .
2.
Objektif atau sesuai dengan fakta. Fakta adalah informasi
yang diperoleh dari pengamatan atau penalaran fenomena. Adapun objektif dalam ilmu pengetahuan berkenaan
dengan sikap yang tidak bergantung pada suasana hati, prasangka, atau
pertimbangan nilai pribadi. Atribut objektif mengandung arti bahwa kebenaran
ditentukan oleh pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan
penalaran fenomena
3.
Sistematis, yaitu adanya konsistensi dan
keteraturan internal. Keteraturan internal ini mencakup keteraturan dalam
teori, hokum, prinsip, dan metodenya. Konsistensi internal dapat berubah dengan
adanya penemuan-penemuan baru. Akan tetapi, sifat dinamis ini tidak boleh
menghasilkan kontradiksi pada asas teori ilmu pengetahuan.
4.
Andal, yaitu dapat diuji kembali secara terbuka
menurut persyaratan yang ditentukan dengan hasil yang dapat diandalkan, yaitu
bahwa ilmu pengetahuan bersifat umum,terbuka, universal.
5.
Disained, artinya dirancang sedemikian rupa.
Ilmu pengetahuan tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dikembangkan menururkan dengan hasil yang dapat diandalkan,
yaitu bahwa it suatu rancangan yang menerapkan metode ilmiah. Rancangan
ini menentukan mutu keluaran ilmu pengetahuan.
6.
Akumulatif . ilmu pengetahuan merupakan himpunan
fakta,teori,hokum atau aturan, yang terkumpul sedikit demi sedikit. Apabila ada
kaidah yang salah, kaidah itu diganti dengan kaidah yang benar. Kebenaran ilmu
bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final sehingga
pengetahuan bersifat dinamis dan terbuka. ikut :
6.s mengupayakan pendekatan fenomenologis.enaran dialect
Cara-cara
berfikir rasional dan empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang
terdapat dalam proses kegiatanilmiah
tersebut. Kerangka dasar prosedurnya dapat diuraikan atas langkah-langkah
berikut :
1) Penemuan dan penentuan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari
kita menghadapi berbagai masalah. Dengan adanya masalah ini maka otak kita
mulai berpikir. Kesadaran mengenai masalah yang kita temukan secara empiris
tersebut menyebabkan kita mulai memikirkannya secara mendalam : kita mulai
mengkajinya secaa rasional. Masalah tersebut harus dirumuskan sedemikian rupa
sehingga memungkinkan untuk dianalisis secara logis dan kemudian mudah untuk
dipecahkan. Jadi pada langkah pertama ini kita menetapkan masalah yang akan
kita telaah dengan lingkup dan batas-batasnya. Ruang lingkup dan batas-batasnya
tersebut harus jelas hingga tidak mengalami kesukaran dalam merumuskan
kerangkanya.
2)
Perumusan
kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk mendeskrisipkan
permasalahannya secara lebih jelas. Suatu masalah merupakan suatu gejala dimana
beberapa fakta saling berkaitan satu sama lain dan membentuk suatu kerangka
permasalahan. Unsur-unsur yang membentuk kerangka ini dapat kita turunkan
secara empiris. Tetapi tidak semua masalah dalam keadaan demikian. Banyak
masalah yang unsure-unsur pembentuknya tidak dapat dikenal langsung secara
empiris, dan untuk itu diperlukan kerangka pemikiran rasional. Jadi dalam
langkah perumuan kerangka permasalahan ini, kita sudah mulai berpikir secara
empiris dan secara rasional.
3)
Pengajuan hipotesis
Hipotesis adalah kerangka pemikiran sementara yang
menjelaskan hubungan antara unsure-unsur yang membentuk suatu kerangka
permasalahan. Pengajuan hipotesis ini didasarkan pada permasalahan yang
bersifat rasional. Kerangka pemikiran sementara yang diajukan tersebut disusun
secara deduktif berdasarkan premis-premis atau pengetahuan yang telah diketahui
kebenarannya.
4)
Deduksi
hipotesis
Kadang-kadang, dalam mejembatani permasalahan secar
rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan langkah pengantara.
Deduksi hipotesis ini merupakan langkah tertentu dalam rangka menguji hipotesa
yang diajukan. Konsekuensi hipotesis tersebut secara deduktif dijabarkan secara empiris. Jadi
dapat juga dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta
apa saja yang dapat diamati dalam dunia fisik yang nyata dalam hubungannya
dengan hipotesa yang diajukan.
5)
Pengujian
hipotesis
Langkah ini merupakan uaha untuk mengumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis. Jika fakta-fakta tersebut
sesuai dengn konsekuensi hipotesis, berart bahwahipotesi yang diajukan
benar/terbukti, karena didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Sebaliknya bila
fakta-fakta yang ada tidak sesuai dengan konsekuensi hipotesis, yang berarti
bahwa hasil deduksinya meleset, maka hipotesis tersebut harus ditolak. Jadi
criteria untuk menentukan apakah suatu hipotesis benar atau tidak ialah
kenyataan empiris, apakah hipotesis tersebut didukung fakta atau tidak.
Dengan telah dibuktikannya kebenaran dari suatu
hipotesis, maka hipotesis tersebut dapat dianggap sebagai teori ilmiah dan
merupakan pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini dapat berupa teori baru,
kaidah baru, atau mungkn juga hanya sekedar penemuan lanjutan dari teori yang
sudah ada. Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan sebagai premis dalam
usaha menjelaskan tau menelaah gejala-gejala lainnya. Proses kegiatan ilmiah
tersebut berlangsung terus dan merupakan daur yang tidak tahu batas akhirnya.
Langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut diatas
tersusun dalam aturan yang teratur ; langkah yang satu merupakan langkah
persiapan bagi langkah berikutnya. Agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah,
maka harus ditempuh seluruh langkah-langkah ersebut, meskipun prakteknya tidak
selalu harus dengan urutan yang sama. Dengan adanya hubungan langkah-langkah
yang dinamis, langkah yang satu menjelaskan langkah-langkah yang lainnya maka
pengetahuan yang ditemukan konsisten engan dengan pengetahuan yang sebelumnya
dan didukung oleh fakta-fakta yang nyata.
6) Keterbatasan dan keunggulan metode ilmiah
Keterbatasan :
Dengan metode ilmiah dapat dihasilkan ilmu pengertahuan
yang ilmiah. Dalam pengujian hipotesis, diperlukan data. Data ini berasal dari
pengamatan yang dilakukan oleh pancaindera. Kita mengetahui bahwa panca indera
mempunyai keterbatasan untuk menangkap suatu fakta. Dengan demikian maka data
yang terkumpul juga tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Kesimpulan yang
diambil berdasarkan data yang tidak benar, tentu saja juga akan tidak benar.
Jadi, peluang terjadinya kekeliruan suatu kesimpulan yang diambil berdasarkan
metode ilmiah tetap ada. Oleh karena itu semua kesimpulan ilmiah, atau
kebenaran ilmu, termasuk ilmu pengetahuan alam (IPA) bersifat tentatif, artinya
kesimpulan itu dianggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat
menolak kesimpulan itu. Sedangkan kesimpulan ilmiah dapat menolak kesimpulan
ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang baru.
Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat
menjangkau untuk membuat kesimpulan yang bersangkutan denga baik dan buruk atau
sistem nilai, tentang seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk
menguji adanya tuhan.
Keunggulan :
Ilmu atau ilmu
pengetahuan (termasuk IPA) mempunyai cirri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik,
dan berlaku umum. Dengan sifat-sifat tersebut maka orang yang berkecimpung atau
selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian hingga
padanya terkembangkan suatu sikap yang disebut sikap ilmiah. Yang dimaksud
dengan sikap ilmiah tersebut adalah sikap :
a)
Mencintai kebenaran yang objektif, dan bersikap
adil
b)
Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolut
c)
Tidak percaya pada takhayul, astrologi maupun
untung-untungan
d)
Ingin tahu lebih banyak
e)
Tidak berpikir secara prasangka
f)
Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan
tanpa adanya bukti yang nyata
g)
Optimis, teliti dan berani menyatakan kesimpulan
yang menurut keyakinan ilmiahnya benar.